Sumbar Investigasi.com, Payakumbuh – Cukup sudah kita rasakan tahun 2021 ini penuh luka dan senang ..namun diujung luak 50 saudara kita ini belum merasakan kemerdekaan dalam bernegara dengan Sepatu mengkilat, berpakaian rapi, dan datang tepat waktu dengan membawa buku ataupun laptop yang disandang di dalam tas. Setidaknya, begitulah style kebanyakan guru untuk datang ke sekolah pada umumnya.
Akan Tetapi, kondisi tersebut, tidak bagi guru yang mengajar di perkampungan, jauh ke pedalaman sekaligus daerah paling ujung di Kabupaten Limapuluh Kota. Tepatnya bagi guru yang mengajar di SDN 01 Galugua kab.50 kota yang beralamat di Jorong Koto Tangah, Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX.
Penelusuran Sumbar intivestigasi Jorong Koto Tangah ini merupakan daerah paling ujung dari Nagari Galugua, bahkan daerah tersebut boleh dikatakan perkampungan paling ujungnya Kabupaten Limapuluh Kota. Tidak ada lagi perkampungan warga di jorong yang berada tidak jauh dari kawasan transmigrasi Limapuluh Kota tersebut. Hutan lebat antara Kabupaten Pasaman dan Rokan Hulu, itulah yang ada di seberang perkampungan disana.
Ringgi Adinata, merupakan salah seorang guru yang mengajar disana. Selain guru, pria asal Nagari Lubuak Alai, Kecamatan Kapur IX tersebut juga sebagai Kepala di SDN 01 tersebut. Setiap hari, dirinya menempuh 80 kilometer untuk mengajar dengan medan yang cukup berat.
“Medan yang ditempuh, cukup berat. Tetapi bagaimana lagi, ini adalah tugas negara dalam mencerdaskan anak bangsa,” kata Ringgi Adinata baru-baru ini.
Diceritakan pria kelahiran 1984 itu, dari kediaman di Lubuak Alai untuk sampai ke sekolah di Galugua, butuh setidaknya 2 jam perjalanan. Jalan berlumpur, tikungan tajam, mendaki dan curam, sepi dan melewati hutan tanpa adanya jaringan telekomunikasi, begitulah yang harus dilewati Kepala SDN 01 itu setiap harinya.
“Berangkat pukul 7 pagi, sampai disekolah paling cepat pukul 9. Kalau pulang, biasanya sampai dirumah sekitar pukul 5 sore. Walaupun medannya sulit tetapi saya pun bangga dan senang bisa mengajar, berbaur dengan masyarakat disana,” ucapnya lagi.
Sepatu boot, mantel, dan sepeda motor trabas adalah peralatan wajib bagi Ringgi Adinata setiap harinya ke sekolah. Sedangkan didalam tas guru yang sudah 2 tahun mengemban jabatan sebagai kepala sekolah itu adalah pakaian dinas lengkap dari kaos kaki hingga baju. “Dari rumah pakaian biasa, pakai mantel dan sepatu boots. Sampai di sekolah, seluruh pakaian diganti dengan baju dinas,” ucapnya. (Arul)